Artikel
Yudha Adhyaksa
15 Nov 2024
Seorang pengusaha harus mampu membedakan mana akad bisnis yang halal dan mana yang haram supaya tidak menjerumuskannya ke dosa. Dan disinilah pentingnya mengenali rukun dan syarat jual beli yang syar’i.
Lalu apa sih bedanya kedua istilah itu?
Yuk kita lihat apa itu rukun dan syarat Jual Beli yang syar’i lalu terapkan di bisnis Anda45.
Syarat:
1. Saling rela, tidak boleh memaksa pihak lawannya. Tapi pengadilan boleh memaksanya untuk menjual hartanya demi melunasi utangnya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecua- li dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS An Nisaa: 29)
2. Baligh, berakal, dan dewasa dalam harta. Tidak boleh menjual ke orang gila, idiot, anak kecil yang nilainya besar
3. Harus pemilik atau perwakilan pemilik, jika bukan pemilik, harus menjadi wakil pemiliknya dulu baru boleh menjual.
“Jangan engkau jual barang yang bukan milikmu.” (HR. abu Dawud dan Tirmidzi)46
Syarat :
1. Suci dan manfaatnya halal, tidak sah menjual barang najis atau haram.
2. Dapat diserahkan ke pembeli, tidak sah menjual mobil hil- ang dan burung dilangit karena besar kemungkinan Penjual gagal menyerahkan barang ke Pembeli
3. Pembeli harus tahu pasti barangnya dengan 2 cara yaitu melihat langsung / meraba atau terbayang detil ciri-ciri barang : wujud, warna, berat, ukuran (panjang, lebar), kadar, tekstur, spesifikasi material).
4. Harga dan cara pembayaran harus pasti ketika akad. Boleh cash dan jika kredit harus penuhi syarat syar’i: tidak berlaku untuk emas dan perak dan jatuh tempo jelas.
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi melarang jual beli gharar (penipuan).” (HR. Muslim)47
Syarat :
1. Disepakati dalam 1 majelis (tempat transaksi), tidak boleh penjual buru-buru keluar ruangan supaya cepat deal
2. Harus cocok ijab dan qobul, tidak boleh penjual setuju barang A, tapi pembeli membawa barang B.
3. Ijab dan Qabul bisa tertulis, lisan, atau tindakan
“Jual beli harus dilakukan saling ridha.” (HR. Ibn Majah 2269, Ibn Hibban 4967 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Bagaimana sudah paham?
Ketika Anda:
Di tahap itulah Anda mengecek, apakah yang sedang Anda lakukan melanggar rukun dan syarat jual beli yang syar’i ? Jika iya, tinggalkan karena aturan syariat wajib dipenuhi.
Penjual atau Pembeli bisa mengajukan persyaratan untuk mengikat pihak lain saat akad Jual Beli. Membuat persyaratan itu manusiawi kok karena memang kondisi setiap orang berbeda-beda. Hukum syariah pun memperbolehkannya.
Dalilnya:
“Diriwayatkan dari Amru bin Auf bahwa Nabi bersabda, “Orang Islam terikat dengan persyaratan (yang mereka buat) selagi syarat itu tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmizi)
Setelah sebelumnya dibahas tentang ‘syarat jual beli yang syar’i’ dan sekarang ada persyaratan. Lalu apa perbedaannya?
Perbedaannya sebagai berikut:
Jadi persyaratan harus dicek sudah sesuai ATURAN syariah atau malah bertentangan. Kalau sesuai, persyaratan akan mengikat kedua belah pihak. Namun kalau bertentangan, apapun bentuk persyaratannya akan gugur dengan sendirinya meskipun ada 100 persyaratan
Dalilnya,
“Barangsiapa mensyaratkan suatu syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka syarat tersebut batil walaupun seratus syarat.” (HR. Bukhari)
1) Menyebabkan tujuan akad Jual Beli tidak terpenuhi
2) Merugikan pihak lain atau mengandung maksiat
3) Menggabung dua akad dalam satu akad.
2 akad disini adalah akad utama dan akad tambahan yang di- gabungkan ke dalam 1 transaksi jual beli. Jika akad tambahan tidak dilakukan, maka akad utamanya batal. Ini pemaksaan dan tidak benar.
Contoh penggabungan 2 akad dalam 1 akad sehingga tidak jelas.
”Saya jual mobil ini ke Anda Rp. 40.000.000 juta (akad utama) dengan syarat Anda jual murah rumah Anda ke saya Rp. 150.000.000 (akad tambahan).”
Kalau akad tambahan tidak disetujui, maka batallah akad utama. Kedua akad ini tidak boleh berkaitan.
Lalu solusinya apa? Perlakukan kedua akad secara terpisah. Kegagalan akad tambahan tidak mempengaruhi akad utama.
Persyaratan bertentangan dengan agama tidak membuat akad tersebut batal, Anda bisa mensikapi dengan 2 cara:
1) Mengkoreksi (menghapus) persyaratan lalu berakad lagi
2) Tidak mengkoreksi karena gugur dengan sendirinya ketika persyaratan melawan aturan syariat
Ketika rukun dan syarat Jual Beli yang syar’i telah terpenuhi, hak kepemilikan sah berpindah dari Penjual ke Pembeli.
Namun, Pembeli tidak bisa menjual ke orang lain sebelum terima barang karena masih ada resiko tidak sampai ke Pembeli. Setelah terima barang, barulah Pembeli menguasai barang dan boleh menjualnya ke orang lain.
Hal sama berlaku pada sewa menyewa. Setelah terima barang, barulah boleh menyewakan ke orang lain.
Ada 2 alasannya :
1) Untuk mematuhi dalil terkait serah terima
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, jual beli apakah yang diharamkan dan yang dihalalkan? Beliau bersabda, ”Hai keponakanku! Bila engkau membeli barang jangan dijual sebelum terjadi serah terima.” (HR. Ahmad)
2) Agar jelas perpindahan resiko dan tanggungjawab
Pembeli boleh menjual barang setelah menerimanya dari Penjual untuk menghilangkan resiko, jelas batas tanggung jawabnya dan pasti terjadi setelah terima. Perselisihan pun tidak akan terjadi.
Contoh, ini resikonya jika Pembeli terlanjur menjual ke pihak lain padahal belum menerima barang dari Penjual:
Lalu bagaimana bentuk serah terima barang secara syariah?
Sahnya serah terima tergantung jenis barang dan mengikuti kebiasaan masyarakat.
Secara umum sebagai berikut:
JENIS BARANG |
SAH SERAH TERIMA JIKA |
1. Tanah |
Sertifikat diterima pembeli atau Notaris |
2. Rumah |
Sudah ditempati pembeli, terjadi perpinda- han kunci rumah |
3. Uang |
Uang diterima di tangan / rekening Pembeli |
4. Emas |
Emas diterima di tangan Pembeli |
5. Makanan |
Makanan diterima di tangan / gudang / toko / kantor Pembeli |
6. Barang lain |
Barang diterima di tangan / gudang / toko / kantor Pembeli |
Jadi setelah menerima barang, dititik itulah Pembeli benar-benar sudah menguasai barang dan bisa menjual lagi ke orang lain.
Memastikan setiap urutan rukun dan syarat sudah terpenuhi unsur syar’i nya akan membuat tenang hidup pengusaha karena bersyukur telah melakukannya.
Selamat mencoba!
Artikel
Ketika kita bekerja, pernahkah kita berpikir seberapa banyak waktu yang terpakai untuk bekerja? Secara normal seorang bankir bekerja 8 jam sehari. Namun, di Jakarta banyak pegawai bank bekerja samp...
Yudha Adhyaksa
24 Dec 2024
Ada yang bertanya : “Bolehkah meminjam uang ke Bank karena kepepet meski tahu itu riba ? Kalau tidak boleh apa solusinya bagi yang membutuhkan uang ? Karena hanya Bank yang berani meminjamkan...
Yudha Adhyaksa
13 Dec 2024
Pertanyaan paling sering muncul ketika ingin membuka usaha yaitu berapa modalnya (uang)? Pertanyaan ini perlu dijawab khusus, karena dari sini Anda bisa merencanakan budgetnya. Nah, saya beritahu y...
Yudha Adhyaksa
11 Dec 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan