Artikel
Yudha Adhyaksa
03 Nov 2024
Sudah umum diketahui seorang pegawai akan mendapatkan pesangon setelah resign dari perusahaannya. Uang pesangon adalah uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
Begitu juga yang di dapat para bankir ribawi yang hijrah menerima pesangon dalam berbagai bentuk. Antara lain:
1. Uang penghargaan yang tergantung masa kerja
2. Uang penggantian hak
3. Uang pensiun dini
4. Uang Jaminan Hari Tua baik dari pemerintah ataupun perusahaan
5. Uang Jaminan Pensiun
6. Uang pensiun bulanan
‘Uang pesangon’ ini sangat penting karena setelah resign akan dimanfaatkan untuk segala kebutuhan. Baik pokok maupun non pokok, tabungan sembari menunggu mendapat pekerjaan yang tepat, untuk melunasi pinjaman ribawi, modal usaha dan lainnya.
Memang rezeki sudah diatur oleh Allah, tapi sebagai manusia pun kita harus melakukan perencanaan, termasuk perencanaan keuangan. Uang pesangon bisa dimanfaatkan untuk rencana setelah resign, misal digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok juga membuka jalan baru untuk menjemput rezeki dengan membuka usaha. Sekali lagi memang membutuhkan perencanaan, karena jika tidak akibatnya akan berbahaya. Bisa jadi keluarganya akan dicibir oleh tetangga, keluarga, bahkan orangtuanya sendiri karena dianggap membuat keputusan yang tidak matang. ‘Tidak punya kemampuan finansial, kok sok-sokan resign?’. Hidupnya malah menjadi merepotkan, karena bergantung pada saudara atau orangtuanya.
Bila tidak tahan dengan situasi ‘tanpa uang’ ini, dalam waktu singkat bisa menimbulkan berbagai efek seperti perceraian yang membuat anak-anaknya menderita. Mereka lalu menyalahkan Allah, menyalahkan orang lain yang hanya memotivasi segera resign tanpa memberi solusi riil yang bisa cepat menyelamatkan hidup mereka. Akhirnya apa? Sebagian mantan bankir mungkin akan kembali bekerja pada lembaga keuangan ribawi karena ini jalan paling cepat, yang bisa menerima mereka karena pengalaman kerjanya relevan. Dan kini mereka semakin jauh dari Allah.
Dengan kondisi dilematis seperti itu, bagaimana sebenarnya Islam memandang uang pesangon yang diterima mantan bankir ribawi ?
Harus saya katakan, sangat berat membahas hal ini.
Ini masalah yang sensitif. Dan untuk menjawabnya diperlukan kehati-hatian dengan mendasarkan pada jawaban Asatidzah dan Ulama terlebih dahulu baru melihat praktek yang terjadi di kalangan mantan bankir ribawi. Dan bicara tentang pesangon tidak bisa lepas dengan hukum menerima gaji sebelum resign.
Pendapat Asatidzah dan Ulama terbagi 2 sebagai berikut:
Namun karena setelah hijrah juga butuh uang, maka jika tidak ada penghasilan lain, boleh mengambil uang untuk kebutuhan pokok (makan minum, biaya sekolah anak dan lainnya) termasuk modal usaha yang nilainya secukupnya saja - seminimalnya, yang hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Dasar dibolehkannya adalah jika tidak diambil sama sekali, Anda menjadi fakir miskin dan berhak menerima sedekah untuk hidup Oleh karenanya, Anda boleh memanfaatkan uang pesangon untuk kebutuhan sekedarnya (pokok) saja.
Namun kalau istrinya bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri, maka tidak dianjurkan untuk mengambil uang pesangon tersebut.
Penetapan halal haramnya bergantung pada jenis pekerjaan dulunya di Bank ribawi. Ada 3 model pekerjaan berkaitan dengan hal ini
1) Apabila pekerjaan di Bank ribawi nya berhubungan langsung dengan kegiatan riba, semisal Bagian Kredit maka pesangonnya haram untuk diterima. Disini berlaku kondisi pada Pendapat Pertama.
2) Tapi jika bekerja di posisi yang kegiatannya bercampur dengan kegiatan lain yang tidak riba, semisal Customer Service yang pekerjaannya menjelaskan produk dan administrasi maka boleh memanfaatkan uang pesangon sebatas kebutuhan hidupnya yang primer (pokok) saja.
Contoh; sandang, pangan, berobat, listrik, air dan lain sebagainya.
Kebutuhan yang bukan primer tidak boleh memakai uang pesangon. Ini dengan catatan tidak punya penghasilan lain. Kalau ada penghasilan lain, tidak boleh lagi menerimanya dan seyogyanya disalurkan untuk kepentingan umum.
3) Pekerjaan yang tidak berhubungan dengan riba sama sekali, misalnya Security.
Mereka boleh menerima uang pesangon karena tugasnya menjaga keamanan dan bukan bertransaksi riba.
Bila melihat pendapat diatas, jawabannya tegas. Namun pada prakteknya bervariasi penerapannya. Sebagian besar mereka memanfaatkan uang pesangon dengan alasan macam-macam, antara lain waktu itu belum tahu hukumnya, butuh untuk bertahan hidup setelah resign, untuk modal usaha, melunasi utang dan sebagainya.
Tabungan ini merupakan akumulasi pendapatan yang berasal dari gaji yang diterima baik sebelum atau sesudah sadar riba.
Ada yang patuh dan ada yang kurang patuh. Mereka yang patuh benar-benar patuh memanfaatkan tabungan ini hanya untuk kebutuhan pokoknya saja meskipun itu berarti harus menurunkan gaya hidup.
Uang ini tetap dipakai meski sudah mendapat pekerjaan baru karena penghasilan halal barunya masih kurang menutupi. Juga digunakan untuk modal yang nilainya minimal untuk membuka usaha halal yang hasilnya hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok bulanan. Mereka mampu bertahan dengan kondisi sekedarnya karena tahu ini ujian Allah.
Misal modal untuk membuka toko baju standarnya 100 juta, ini malah modalnya 170 juta. Buka warung makan 1 cabang modal standarnya 15 juta, ini langsung buka 8 cabang sekaligus dan tidak disangka dalam waktu singkat bangkrut semua cabang baru tersebut. Ada lagi yang memakai seluruh uang pesangon untuk modal proyek perumahan dan entah bagaimana, terjadi kerugian ratusan juta karena berbagai sebab di lapangan.
Jika ditanya, mengapa perkataan ulama berbeda dengan praktek?
Karena memang hukum syariah itu harus ketat disampaikan, tidak boleh kendor. Kalaupun penerapannya tidak sesuai, itu karena kesalahan manusianya. Dan mereka yang salah pun sudah menuai akibatnya dengan menanggung kerugian dalam bentuk yang tidak di duga-duga. Bisa jadi ini adalah cara Allah ‘membersihkan dosa ribawi masa lalunya’.
Lalu yang benar yang mana ? Yang benar adalah lakukan semampu kita, sekuat kita. Yang paling penting pastikan niatnya hijrah karena Allah, bukan karena hal lain. Selanjutnya kita bisa bertaubat jika masih salah bertindak dalam kehidupan setelah hijrah. Bisa jadi kesalahan itu karena kurangnya ilmu syariah.
Wajar saja karena menuntut ilmu syariah pun butuh waktu seumur hidup sementara kita harus segera menghasilkan uang secepatnya agar dapur bisa mengebul.
Paling tidak kita sudah meninggalkan pekerjaan haram dan tetap istiqomah untuk tidak kembali lagi bekerja di bank ribawi. Allahlah yang paling tahu kondisi dan niat kita sebenarnya.
Artikel
Ketika kita bekerja, pernahkah kita berpikir seberapa banyak waktu yang terpakai untuk bekerja? Secara normal seorang bankir bekerja 8 jam sehari. Namun, di Jakarta banyak pegawai bank bekerja samp...
Yudha Adhyaksa
24 Dec 2024
Ada yang bertanya : “Bolehkah meminjam uang ke Bank karena kepepet meski tahu itu riba ? Kalau tidak boleh apa solusinya bagi yang membutuhkan uang ? Karena hanya Bank yang berani meminjamkan...
Yudha Adhyaksa
13 Dec 2024
Pertanyaan paling sering muncul ketika ingin membuka usaha yaitu berapa modalnya (uang)? Pertanyaan ini perlu dijawab khusus, karena dari sini Anda bisa merencanakan budgetnya. Nah, saya beritahu y...
Yudha Adhyaksa
11 Dec 2024
Daftar Sekarang
Dapatkan semua Kelas baru gratis
dengan berlangganan